(Foto: Berrye Waibaloenk) |
Bicara
soal kopi di Flores Timur, pasti muncul dua nama; Lite di Adonara dan Hokeng di
Wulanggitang. Kopi Leworook? Mungkin terdengar asing di telinga. Namun,
belakangan ini kopi Leworook sudah naik kelas. Packingnya eksklusif dengan
warna hitam mengkilat dan sudah duduk manis di rak toko, kafe dan pusat
perbelanjaan di Larantuka, tidak lagi harus berjemur di trotoar jalan dan dibungkus
dengan kantong plastik transparan seadanya tanpa label dan merek.
Adalah
Yolan Oyan atau Jossef Lo, pria yang harus ‘bertanggung jawab’ atas hal ini.
Menyambangi TIC (Tourism Information Centre) Disparbud Flores Timur hari ini
(14/02/2019), Yolan berbagi cerita tentang Kopi Bubuk Leworook, bersama Pak
Silvester Kabelen, Pak John Wilbert, dan saya sendiri.
Lahir
dan besar di kampungnya di Leworook, dia hidup di antara tanaman kopi dan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Ketika sedang menuntut ilmu
di kota gudeg, dia pun rajin menyambangi angkringan-angkringan. Masih teringat
jelas di kepalanya bagaimana mas-mas dari Klaten yang menjual angkringan,
memperkenalkan Kopi Joss (kopi yang dicampur dengan arang yang masih menyala)
yang cukup fenomenal saat itu. Yolan lantas mulai berpikir tentang
mengembangkan kopi di kampungnya.
Tahun
2017, Sarjana Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini mulai merintis
usaha kopi di bawah label ‘Kopi Bubuk Leworook’. Dia mulai berpikir untuk
merubah image kopi Leworook sehingga layak dijual dan menjadi sovenir khas
Flores Timur, selain jagung titi dan kain sarung atau kwatek. “Ketika orang
pulang ke daerahnya, sambil menikmati kopi yang mereka bawa dari Larantuka ini,
mereka akan mengulang kembali ingatan mereka tentang Flores Timur,” katanya.
Itulah ide dasar yang terus menggenang di kepalanya. Maka lahirlah Kopi Bubuk
Leworook.
Yolan
memanfaatkan petani kopi dan BUMDes di Leworook sebagai pensuplai utama untuk
Kopi Bubuk Leworook. “Petani menjual kopi mereka di BUMDes, dan saya membelinya
lewat BUMDes, sehingga ada kerjasama antara kita. Namun, tak jarang para petani
langsung menjual kepada saya karena terdesak ekonomi. Dan itu saya anggap hal
yang wajar. Namun demikian, saya tetap membelinya sesuai harga BUMDes,” cerita
ayah dari tiga anak ini.
Apa
sih kelebihan Kopi Bubuk Leworook ini? Yolan mulai bercerita.
“Kopi
Bubuk Leworook itu termasuk kopi robusta, bijinya lebih kecil. Beda dengan kopi
Manggarai yang termasuk kopi arabica yang ukurannya lebih besar dengan rasa
yang lebih keras, jenis kopi yang ada di Leworook ini memang lebih banyak
dikonsumsi masyarakat umum. Aromanya lebih gurih, ada rasa kreamnya, lalu
diakhiri dengan rasa sedikit asam,” kata pria yang mengaku belajar tentang kopi
secara otodidak dari internet ini. Yoland pun berbagi pengetahuannya tentang
kopi.
“Kata
orang, semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut makan akan semakin baik
rasa kopinya. Leworook berada di ketinggian 1020 m dpl, tidak beda jauh dengan
Manggarai. Sehingga, bisa dipastikan Kopi Bubuk Leworook rasanya pun tidak
kalah dengan kopi dari daerah lainnya,” sambungnya.
Menurutnya,
kopi yang baik juga harus melalui proses yang benar, semisal ukuran tinggi
pohon yang ideal sehingga menghasilkan buah kopi yang berkualitas, waktu panen
yang tepat, hingga teknik penjemuran yang benar sehingga menghasilkan aroma
yang khas ketika disangrai.
“Ketika
kita merawat dan mengolah kopi dengan tepat dan sepenuh perhatian, sebagai
timbal baliknya kopi akan memberikan hasil yang setimpal dengan usaha kita,”
kisahnya berfilosofi. Maklum, sarjana Teologi. Hhe..
Untuk
menjamin kualitas kopinya, pria yang juga bekerja sebagai pendamping korban
masalah KDRT dan kekerasan lainnya di Dinas Sosial Kabupaten Flores Timur ini
pun punya solusi sendiri. Dia rajin membimbing petani dan berbagi pengetahuan
dengan mereka, terutama soal menyortir kopi yang berkualitas. Dalam proses
produksinya, dia juga bercerita bahwa dia tetap menggunakan gerabah tradisional
agar kualitas kopinya benar-benar terjaga. Dia pun mengaku selalu bekerja sama
dengan Dinas Pertanian Kabupaten Flores Timur dalam melaksanakan panen bersama.
Di
media sosial, Yolan rajin memburu pengetahuan tentang kopi lewat barista dan
pecinta kopi yang sudah profesional yang banyak ditemuinya. Coffee connecting
people-gitu lah!
Bicara
soal omset pemasukan, pria yang pernah menjalani masa novis selama satu tahun
sebagai calon imam dari Kogregasi MSF di Salatiga Jawa Tengah ini pun tersenyum
sebentar. “Setelah dihitung dengan potongan dan biaya produksi, omset
perbulannya sekarang bisa hingga tujuh sampai delapan juta rupiah dengan jumlah
produksi tiga hingga lima ratus bungkus tiap bulannya,” kisahnya dengan senyum
yang ramah. Wow keren sekali!
“Kopi
Bubuk Leworook sudah masuk di pusat perbelanjaan Al'm Mart, Duta Café hingga ke
beberapa toko di Larantuka, dibandrol dengan harga lima belas ribu rupiah,”
sambungnya bersemangat.
Perhatian
pemerintah cukup besar dirasakannya dalam mendorongnya memulai bisnis yang
masih bersifat home industry ini. Ketika bersua dengan Bupati Anton Hadjon, Pak
Bupati lantas memuji rasa kopinya, dan berjanji akan mendorong dan memberikan
perhatian pada usahanya ini. Mantab!
Mengenai
para pekerjanya, saat ini dia hanya masih mengandalkan beberapa kerabat
keluarga, termasuk sang istri. Tentu saja ke depannya, dia berharap dapat
membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain juga. Secara khusus, enterpeneur
muda ini berharap Kopi Bubuk Leworook ini bisa ambil bagian dalam pagelaran
Festival Bale Nagi 2019 yang bakal dimulai tanggal 06 April 2019 di Pantai Oa
mendatang.
Sure,
Sir!
Apa
yang menjadi tagline dari Kopi Bubuk Leworook?
“Kopi
Seribu Cerita,” jawabnya sambil tersenyum lebar.
“Dari
segelas kopi, lahir banyak cerita, inspirasi dan kenangan,” sambungnya puitis.
Ah,
tepat sekali.
Malam
ini, sambil menyeruput Kopi Bubuk Leworook yang dihadiahkan oleh Yolan tadi
sore, saya ingin mengenang kembali ribuan cerita dan menghidupkan harapan pada
semangat muda dari kaum muda Flores Timur lainya untuk menjejaki langkah yang
sudah ditapaki oleh Yolan ini.
Layaknya
kopi, biarkan aroma inspirasi ini menyengat di lubang hidung kaum muda Flores
Timur lainnya. Mari seruput lagi kopinya. Srrrrrrrrrrpp!! (Teks: Berrye
Waibaloenk/disparbudflorestimur/ticflorestimur)
(Foto: Berrye Waibaloenk) |