(Catatan penyintas covid-19)
Malam ini saya ngopi di Ning Lagang Lein Pati Gawi Raga dalam resah gelisah akan kondisi desa saat ini. Sebagai anak tanah Leworook saya mohon ijin curhat meski oleh seorang oknum PemDes dianggap sebagai "bukan warga masyarakat Desa Leraboleng" dan bisa jadi suara saya dianggap minor.
Malam ini saya ngopi di Ning Lagang Lein Pati Gawi Raga dalam resah gelisah akan kondisi desa saat ini. Sebagai anak tanah Leworook saya mohon ijin curhat meski oleh seorang oknum PemDes dianggap sebagai "bukan warga masyarakat Desa Leraboleng" dan bisa jadi suara saya dianggap minor.
Sebenarnya saya paling tidak suka menulis soal bagaimana kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sebagai pelayan masyarakat karena seringkali menguras waktu dan tenaga. Namun saya sadar bahwa masyarakat harus berbicara mengkritik pemerintah agar bisa berbenah sebab mereka hadir karena dan untuk masyarakat. Mereka hadir untuk mewujudkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, termasuk saya dan keluarga.
Maka dari itu saya sangat emosional ketika Pemerintah Desa Leraboleng terkesan menganggap remeh saat beberapa warganya terindikasi Positif Covid 19 berdasarkan hasil Rapid Test di Puskesmas Lewolaga. Seharusnya Bapak Penjabat Desa Leraboleng sekaligus Sekcam Titehena jauh lebih paham sehingga selanjutnya bisa memberikan perintah kepada aparatnya untuk menyikapi persoalan maha serius ini.
Alasannya, berita ini sudah terdengar sejak Senin, 2 Agustus 2021 dan ramai jadi bahan pembicaraan. Namun tidak satu pun himbauan dari pemerintah terutama bagi mereka yang kontak erat dengan para warga terindikasi tersebut untuk mematuhi protokol kesehatan (prokes). Apalagi bersamaan dengan kabar tersebut apabila ada kerumunan atau aktivitas warga yang melibatkan banyak orang apakah tidak ada kemungkinan terjadi transfer virus?
Di sini saya merasakan bedanya peng-covidan (didiagnosis terinfeksi virus covid-19 berdasarkan rapid test *red) saya dan isteri dengan kasus baru terdengar ini. Bayangkan saat itu setelah saya lapor ke petugas kesehatan soal status saya (lihat di foto status Rapid Test di bawah) dalam waktu kurang dari satu jam seluruh warga desa mengetahui bahwa Yosef Lawe Oyan menyandang status positif. Satgas Covid langsung dikerahkan lengkap dengan APD, desinfektan dan halaman rumah saya langsung dipasang tali rafia merah (lihat di foto) sebagai tanda pasien covid.
Sebagai perempuan, Isteri saya dan juga anak-anak meneteskan air mata di balik senyumnya. Ya apa boleh buat. Bisa jadi ini resiko dari aktivitas sebagai pedagang Kopi yang harus bersaing dengan para pejabat yang akhir-akhir ini suka berbisnis Kopi Leworook. Kami menghela nafas panjang.
Lalu bedanya dengan kasus terbaru ini apa? Ya bedanya adalah baru malam hari ini ada himbauan dari pemerintah, itu pun atas desakan saya bersama isteri setelah berdebat panjang dan terkesan emosional dengan Kasie Pemerintahan yang selama ini salah satu tugasnya membacakan pengumuman dari corong desa. Saya merasa tidak yakin himbauan itu disampaikan jika kami tidak adu mulut dengan beliau beberapa menit sebelumnya. Hamat saya, apakah kita harus menunggu ada korban susulan baru himbauan disampaikan?
Lalu, jika himbauan saja tidak bagaimana kita berharap pemerintah berpikir untuk memberikan bantuan, tidak hanya moral tetapi juga berupa kebutuhan harian juga membentuk tim yang bertugas tidak hanya menjadi penjaga portal tetapi juga menyiapkan kebutuhan pokok para isoman? Rumit memang melihat keadaan ini. Dana jutaan rupiah untuk penanggulangan Covid 19 tingkat Desa bisa dikelola tetapi prokes yang hanya butuh himbauan untuk ditaati susahnya minta ampun.
Saya harus menggaris bawahi di sini bahwa:
1. Tanggung Jawab utama pemerintah adalah menjamin kebutuhan masyarakat akan kesehatan apalagi di tengah Pandemi Covid19.
2. Sebagai masyarakat saya peduli pada warga yang terindikasi positif. Bagaimanapun kesehatan tubuh dan mental mereka harus diperhatikan. Jangan sampai mereka stress dan mengganggu proses pemulihan.
3. Semoga para sahabat masih ingat postingan facebook saya pada hari ke-8 Isoman tentang bagaimana susahnya dapat sayur, ikan dan sembako karena semua orang takut lewat di depan rumah apalagi datang ke rumah kami. Belajar dari pengalaman saya dan isteri sebagai penyintas, penderitaan yang paling sulit dilupakan adalah saat masyarakat menganggap kita sebagai aib seperti bangkai. Sulit mendapatkan sembako, obat-obatan, masker dan ramuan karena rupanya penyintas Covid sama dengan orang mati.
Oleh karena itu menurut saya relawan covid-19 punya tugas ekstra yakni memastikan ketersediaan sembako, obat RS dan ramuan untuk mempercepat proses pemulihan. Bisa juga dengan meminta kesediaan keluarga dan tetangga agar menjadi orang pertama yang menyiapkan kebutuhan penyintas bukan malah menjauhi atau masa bodoh lalu melarang tetangga terdekat membuka pintu, jendela dan tidak boleh menegur kami. Ini sangat menyakitkan terutama membekas bagi isteri dan anak saya. Kebetulan larangan ini disampaikan oleh salah seorang aparat desa yang mungkin pemahamannya sangat lemah soal Covid19.
4. Mari kita peduli. Ingat, di antara mereka ada ibu hamil. Bagaimana susahnya menjalani kehamilannya dalam resiko yang maha berat. Kami peduli karena pernah alami hal ini.
5. Foto-foto di bawah ini diambil sesaat setelah ketiga anak saya dinyatakan negatif dan terpaksa diungsikan ke Lewolaga. Bahwa keselamatan orang lain itu juga penting sama seperti keselamatanmu sehingga poin keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia harus ditegakkan. Jangan egois mementingkan diri sendiri.
6. Harus segera Rapid untuk mereka yang kontak erat.
7. Melalui akun ini saya juga menyatakan dengan sesungguhnya bahwa selama menjalani isoman bersama isteri TIDAK PERNAH MENERIMA SUMBANGAN dalam bentuk apa pun dari pemerintah desa seperti yang digosipkan oleh masyarakat desa. Lalu lalang aparat desa, tenaga kesehatan dan kunjungan Camat bersama rombongan sebatas mengecek kondisi fisik kami, bukan logistik apalagi obat-obatan. Semua itu kami beli dari uang sendiri pada saat itu dengan memesan dari Larantuka dan sebagiannya dengan "hutang/bon" di kios dengan perjanjian bayar setelah sembuh. Bisa cek di kios Dan Oyan dan Opu Arnold Payong. Kami berharap kejadian yang kami alami tidak terjadi pada isoman lainnya. Dana Covid 19 di APBDEs bisa disisihkan buat isoman selanjutnya. Karena harus diingat bahwa BLT Dana Desa ada karena ada wabah dan penderita Covid bukan karena masyarakat desa kita tergolong miskin.
8. Lebih penting pantau dan kasih makan isoman daripada pantau lalu lalang orang di Gate/portal masuk Desa. Toh orang dari luar desa bahkan dari luar propinsi bisa masuk tanpa karantina dahulu to?? Lalu kau duduk jaga apa? Sampai di sini paham kan, sayang? Mari ngopi pahit dulu malam ini. Tapi kopinya harus Kopi Leworook biar kamu sadar kopi asli itu pahit, sayang. Aromanya memang harum tapi bisa bikin kulit mukamu jadi hitam sesaat kalau terpukau dengan nikmatnya. Salam hormat, untuk kebaikan bersama.